Berita Papua: Kisruh di Tolikara

tolikara | papua
Sumber: viva.co.id

Saat tulisan ini dibuat, yang sedang hangat-hangatnya di media masa adalah berita penyerangan dan pembarakaran Masjid, pemukiman muslim dan beberapa kios di Kabupaten Tolikara, Papua.

Tak tanggung-tanggung, peristiwa pembakaran ini terjadi pada saat umat muslim sedang merayakan hari raya Idul Fitri 1436 H, tepatnya pada saat jemaah masjid tersebut sedang menjalankan ibadah shalat Idul Fitri.

Masih belum jelas apa motif dibalik pembakaran tersebut. Namun sebelumnya beredar kabar bahwa pihak pengurus GIDI (Gereja Injil di Indonesia) telah melarang perayaan hari raya Idul Fitri di Tolikara. Pelarangan ini dikeluarkan dalam bentuk surat edaran. GIDI sendiri diketahui berada tidak jauh dari lokasi pembakaran.

Pada awalnya, berdasarkan investigasi 
 pihak Pangdam XVII/Cenderawasih, pengurus GIDI menolak kabar tersebut. Namun setelah dilakukan investigasi lebih lanjut, pihak kepolisian mendapati pengakuan dari pengurus GIDI (Ketua Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) Wilayah Tolikara, Nayus Wenda, dan Sekretaris GIDI, Marthen Jingga)  bahwa surat edaran provokatif tersebut sempat dibuat.

Hal ini disampaikan Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu 22 Juli 2015. Kata Badrodin, pengakuan kedua orang itu disampaikan ke penyidik kepolisian.

"Tetapi mereka katakan bahwa sudah melakukan pembatalan (peredaran)," kata Badrodin.

Namun kenyataannya, sampai salat Idul Fitri pada Jumat, 17 Juli 2015, surat berisi provokasi itu beredar. Surat itu menyulut emosi umat Islam di Indonesia. Tak hanya melarang umat Islam merayakan Idul Fitri, isi surat itu juga melarang wanita Muslim mengenakan jilbab. (viva.co.id)

Presiden Gereja Injili di Indonesia (GIDI) Dorman Wandikmbo punya pernyataan tersendiri. Dorman menyalahkan TNI/Polri sebagai penyebab terjadinya kerusuhan tersebut.

Menurutnya, jemaat GIDI marah karena perlakuan aparat keamanan yang berjaga di sekitar lokasi. Jemaat tidak mengamuk karena ibadah umat Islam atau speaker, namun karena aparat bertindak keras dengan tidak memberikan ruang demokrasi untuk berdiskusi menyusul aksi protes jemaat GIDI yang telah mengeluarkan aturan untuk tidak menggunakan pengeras suara.

"Jadi amukan dan kemarahan masyarakat bukan disebabkan oleh aktivitas ibadah umat muslim, tapi lebih karena tindakan dan perlakukan biadab aparat TNI/Polri, yang tidak membukan ruang demokrasi atau untuk mendiskusikan hal-hal yang baik bagi keberlangsungan ibadah kedua belah pihak," kata Dorman seperti dikutip Republika, Senin (20/7/2015).

Sampai saat ini kepolisian masih mengumpulkan informasi dan sudah menetapkan dua tersangka terkait peristiwa penyerangan dan pembakaran Masjid Baitul Muttaqin, pemukiman dan beberapa kios warga di Kabupaten Tolikara tersebut.

Lalu apa fakta selanjutnya? Apakah ini hanya ulah oknum atau memang ada hubungannya dengan pengurus GIDI? Cukup menarik untuk digali...

Tambahan: Surat edaran provokatif dari GIDI dapat di baca di tautan ini.
Artikel Terkait
Share on Google Plus
"Semoga Menginspirasi"
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 Tanggapan:

Posting Komentar