Kejahatan Nasionalisme: Indonesia VS Malaysia

RePost - Bismillah…
Satu lagi perhelatan yang sedang panas, menguras pikiran dan energi masyarakat negeri ini. Semenjak dulu ajang perebutan piala AFF suzuki cup selalu memberikan tontonan yang mengalihkan perhatian penggila bola dalam negeri, dan telah melambungkan harapan serta memberikan beragam ekspresi.
Kali ini (2012) negeri jiran Malaysia dan Thailand mendapat kehormatan menjadi tuan rumah perhelatan sepak bola region asia tenggara tersebut. Setelah sebelumnya tanah Nusantara dan Negeri tetangga Malaysia ditunjuk, dan telah berhasil menjadi tuan rumah yang baik.
Seperti biasanya, laga antara Indonesia vs Malaysia adalah yang paling menyita perhatian selain sarat dengan emosi. Rivalitas keduanya memang telah terukir sejak dulu  hingga saat ini. Namun disadari atau tidak, kian hari semakin memberikan warna buram terhadap kemanusiaan. Alih-alih memperkuat hubungan sosial antar negara, sebaliknya ajang sepak bola dua tahun sekali ini malah membangkitkan perpecahan antar negara. Khususnya Indonesia dan Malaysia.

Baru-baru ini (Nopember 2012) kabar yang paling hangat dan sering mewarnai media berita Indonesia adalah terkait yel-yel Suporter Tim Malaysia yang bernada penghinaan terhadap suporter tim indonesia dan tim. Tidak cukup dengan menghina Suporter indonesia, suporter Singapura pun turut mendapat giliran. Mereka menamakan dirinya  “Ultras Malaysia”. Dengan gamblang dihadapan tim nas indonesia dan pendukungnya, dengan suara lantang dan keras mengumandangkan kata-kata yang mempersonifikasikan Indonesia dengan suatu jenis hewan. Pendukung tim nas indonesia yang pada saat itu sengaja datang ke stadion Bukit Jalil Kuala Lumpur malaysia untuk menyaksikan tim kesayangan mereka berlaga melawan Laos pun sempat tersulut emosi. Akan tetapi kericuhan yang dikhawatirkan tidak terjadi karena posisi tibun mereka dibatasi oleh pagar tinggi dan gulungan kawat berduri di puncaknya.
Semenjak peristiwa tidak etis itu terjadi, situasi dalam negeri pun sedikit ‘kepanasan’. Dan tentu saja yang paling terasa adalah di media jejaring social. Banyak pernyataan-pernyataan keberatan yang dilontarkan pengguna media sosial atas yel-yel dari Ultras Malaysia tersebut. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang melontarkan cacian  dan hinaan balik dengan berbagai cara dan bentuk. Kebencian dan rasa gerah masyarakat khususnya anak-anak muda terhadap negeri jiran semakin kenatal. Kondisi ini diperparah lagi dengan keadaan politik-ekonomi antara indonesia dan malaysia yang kurang harmonis akhir-akhir ini. Polemik di berbagai bidang antar negara pun diangkat dan menjadi alasan keabsahan untuk mengeraskan suara mengkoarkan penghinaan dan hujatan. Mulai dari masalah Wilayah teritorial, TKI, penjarahan dan sebagainya.
Hal ini tentusaja berimbas kepada kerukunan dan menurunkan rasa hormat atar masyarakat dari kedua negara. Bisa dipastikan jika hal ini terus berlanjut , maka kontak fisik beserta korbannya tidak bisa dielakkan.
Inilah salah satu contoh dari gambaran keadaan dunia saat ini. Seluruh negeri sekarang ini telah membordinasikan (memagari) negerinya masing-masing dengan asas nasionalisme. Nasionalisme ditempatkan sebagai urusan utama dan penting dari negara dalam kancah hubungan internasional. Dengan demikian dampaknya mengurangi kepedulian terhadap urusan bangsa atau negara lain. Contohnya palestina yang mendapatkan kepedulian minim dari penguasa negeri-negeri muslim.
Nasionalisme adalah ikatan adalah ikatan kebangsaan diatas suatu wilayah tertentu yang berkedaulatan hukum. Konkritnya nasionalisme menanamkan paham bahwa bangsa ku adalah bangsa ku, dan bangsa nya adalah bangsa nya. Atau sifatnya Individualistik kebangsaan. Dengan demikian yang menjadi perhatian lebih hanyalah urusan bangsanya masing-masing.
Jika ditelusuri, sejarah islam menuliskan pada awalnya umat Islam sama sekali tidak mengenal ikatan nasionalisme. Umat Islam memiliki ikatan yang telah ditetapkan berdasarkan syariat Islam berbentuk persaudaraan. Atau yang sering disebut dengan “bersaudara dalam ikatan iman” atau dengan istilah Ukhuwah Islamiyah. Dengan Ikatan Iman ini segala perbedaan yang menyekat seperti suku, bahasa, bangsa, warna kulit dan sebagainya dihilangkan. Tidak hanya itu, mereka juga mendapatkan hak dan tanggung jawab masing-masing layaknya saudara kandung.
Dengan demikian pada hakikatnya bordinasi-bordinasi bangsa saat ini terutama negeri-negeri muslim jelas-jelas bertentangan dengan syariat Islam, karena dengan nasionalisme ini umat secara tidak sadar terpecah belah dan memiliki potensi mencederai persaudaraan  mereka.  Bisa dilihat faktanya di timur tengah, iran dan iraq pernah bertempur. Juga indonesia dan malaysia yang pernah konflik senjata demi memperebutkan tanah kalimantan bagian utara. Ini bukti nasionalisme telah melucuti iktan hakiki yaitu persaudaraan dalam ikatan iman.
Lalu pertanyaannya, jiak bukan nation state, lalu dengan apa? Jawabannya adalah dengan negara khilafah. Negara khilafah atau negara islam adalah negara yang berkedaulatan syariah, dipimpin oleh seorang Khalifah untuk memimpin dan melindungi seluruh umat Islam dan siapa pun yang mau bernaung di dalam negara khilafah.
Negara Islam pertama kali didirikan dan dipimpin oleh Rasulullah saw. sewaktu beliau hijrah ke Kota madinah. Saat itu tanah madinah masih didominasi oleh bangsa yahudi. Jadi negara Islam tidak hanya untuk umat Islam, tetapi untuk siapapun dengan agama dan bangsa apapun selama mau bernaung di dalamnya. Dengan berkedaulatan syariat, dan kekuasaan berada di tangan umat memberikan warna lain (unik) dibanding dengan sistem dari negara-negara yang ada sekarang ini.
Negara Islam adalah tempat yang nyaman dan cocok untuk ukhuwah Islamiyah, sebab mereka tidak akan tersekat oleh apapun. Sejarah telah membuktikan bahwa negara Islam dengan ukhuwahnya pernah menjadi negara terkuat dan disegani selama berabad-abad oleh negeri-negeri lainnya.
Sisi lainnya juga pernah membuktikan Negara Islam pernah menjadi corong dunia dalam hal pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, hukum dan lain-lain. Hal ini tidak lain dikarenakan manajemen negara yang baik dengan berlandaskan (berkedaulatan) pada bimbingan Sang Pencipta, al-Qur’an dan Sunnah.
Akan tetapi negara Islam saat ini tidak bisa dilihat lagi wujudnya. Inggris dan Perancis dan para anteknya adalah dalang dibalik keruntuhan negara Islam. Sebelumnya negeri-negeri imperialis ini berhasil memecah-belah umat islam, tidak lain caranya adalah dengan menanamkan virus nasionalisme. Rendahnya pemahaman umat akan agama, silaunya umat dengan budaya barat, ditambah kondisi politik dalam negeri yang sedang lemah memperlancar misi busuk imperialis menghacurkan salah satu kekuatan umat Islam, khilafah (turki ustmani). Dibalik dukungan barat, akhirnya umat Islam pun terpecah dengan mendirikan negara bangsanya masing-masing. Puncaknya mustafa kemal ataturk (agen asing) merobohkan sistem Khilafah dan memproklamirkan negara sekuler turki pada tahun 1924.
Hingga saat itu, nasionalisme yang merupakan buah imperialisme yang melemahkan ukhuwah umat Islam masih diagung-agungkan. Kekhilafahan yang pernah menyatukan umat muslim tidak lagi dipandang serius.  Hanya dijadikan hiasan yang dipajang di buku-buku sejarah. Negeri-negeri imperialis semakin sombong dengan memamerkan kezoliman demi kezoliman di tanah kaum muslimin. Ambil contoh saja Palestina, Irak, Afganistan, Somalia, Pakistan, dll merupakan korban dari rasa nasionalisme. Nasionalisme telah menjadikan umat mengurusi urusan localnya sendiri-sendiri, dan membuang jauh rasa persaudaraan hakiki.
Rasulullah saw. pernah bersabda, jika telah diangkat (baiat) dua Khalifah (pemimpin umat)  maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya. Ini menunjukkan betapa pentingnya umat untuk hanya tunduk di bawah satu komando kepemimpinan. Bukan terpecah belah, lalu masing-masing memiliki pemimpin. Dengan demikian berdosalah umat yang mau dikurung dengan sangkar nasionalisme ini. Wallahu a’lam.[]
Artikel Terkait
Share on Google Plus
"Semoga Menginspirasi"
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 Tanggapan:

Posting Komentar